Habib Rizieq Syihab meski dalam keadaan kurang sehat, menyempatkan hadir dalam acara tersebut dan memberikan sambutan pengantar.
”Buku ini merupakan kumpulan tulisan dan pandangan-pandangan saya tentang berbagai hal mengenai Wawasan Kebangsaan yang pernah dimuat dalam tabloid Suara Islam. Dulu saya sering berdiskusi dengan almarhum Hussein Umar (Ketua Umum Dewan Da’wah-waktu itu). Dari diskusi itu, saya ceramah tentang Liberalisme, NKRI, dan berbagai isu tentang Wawasan Kebangsaan. Atas dorongan beberapa teman-teman, seperti Pak Munarman, Pak Aru Syeif, Ustadz Al-Khaththath, ceramah saya itu kemudian dituliskan dan dimuat di Suara Islam. Sesudah itu, karena sudah cukup banyak, lantas diterbitkan menjadi buku oleh Suara Islam Pers," ungkap Habib Rizieq.
Habib kemudian berharap dari acara bedah buku ini akan muncul ide dan pemikiran yang bisa menjadi bahan untuk menyempurnakan buku ini pada terbitan berikutnya. Seusai memberi sambutan pengantar, Habib minta maaf tidak bisa mengikuiti acara sampai selesai karena harus berobat.
Acara yang dimoderatori Ketua Umum Da’ina, Masrur Anhar itu berlanjut dengan pembahasan buku. Hadir sebagai pembahas, Syarifin Maloko, SH, MM, (mubaligh, mantan anggota DPRD Jakarta), Habib Muhsin al-Attas (Ketua DPP FPI), dan Muhammad al-Khaththath (Sekjen FUI). Hakim Mahkamah Konstitusi, Dr. Hamdan Zoelva, yang direncanakan ikut membedah buku, berhalangan hadir.
Dalam pandangan Syarifin Maloko, kehidupan di Indonesia saat ini lebih dikuasai dan didikte asing, termasuk legislasi atau pembuatan undang-undang. Syarifin mengkritik pemerintahan SBY yang banyak dilanda korupsi dan inefisiensi. Lebih menukik, Syarifin yang pernah dipenjarakan Orde Baru menyoroti kehidupan umat Islam yang terkotak. “Terutama dibidang politik, tidak kompak dan mudah diadu domba”, ujarnya.
Pembahas berikutnya Habib Muhsin Al-Attas menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah ahsil perjuangan umat Islam. “NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah ide cemerlang Mohammad Natsir melalui Mosi Integral”, ujarnya.
Habib Muhsin lantas menguraikan sosok Habib Rizieq yang digambarkan mempunyai stamina juang luar biasa dalam memimpin Front Pembela Islam.
“Habib Rizieq identik dengan FPI dan sebaliknya”, ujar Habib Muhsin yang juga menjadi salah satu Ketua FPI. Habib Muhsin menceritakan kemauan kuat Habib Rizieq dalam menegakkan ajaran Islam, meskipun pada masa-masa awal pendidikan Habib, pernah sekolah di SD dan SMP Bethel, Tanah Abang.
Habib Muhsin kemudian menjelaskan keterkaitan FPI dengan kehidupan politik di Indonesia. “Sampai saat ini masih menjadi kajian serius, apakah FPI akan membentuk partai politik atau tidak”, ujar Habib Muhsin. Dijelaskan, di dalam masyarakat berkembang perbedaan pendapat antara berjuang di dalam sistem atau di luar sistem.
Sementara M. Al-Khaththath (Sekjen FUI) sebagai pembahas terakhir menegaskan bahwa buku Habib Rizieq ini sangat penting dan sangat diperlukan bagi generasi muda Islam saat ini.
“Buku ini memberikan kita pandangan Islami tentang berbagai hal terkait Wawasan Kebangsaan yang selama ini didominasi pandangan-pandangan liberal. Buku ini bisa disebut Wawasan Kebangsaan Versi Islam”, ujar M. Al-Khaththath.
Sekjen FUI itu menjelaskan berbagai pertarungan nilai-nilai liberal dan Islam dalam masyarakat Indonesia saat ini. Termasuk upaya-upaya penggantian istilah-istilah bernuansa Islami. Misalnya sekarang digalakkan istilah parlemen, menggantikan MPR/DPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat, atau Dewan Perwakilan Rakyat).
lanjutkan membaca >>
No comments:
Post a Comment